Angin malam membisikkan hasrat untuk menulis.
Belum membahas mengenai perkembangan 29 DAYS TO CHANGE, saat ini saya akan menulis apa yang beberapa waktu terakhir sempat menjadi "sampah" pengganggu pikiran saya.
Saya akan menyampaikan beberapa hal yang (mungkin) bisa lebih melapangkan hati saya.
Pertama, Idiot. Yaa, belakangan saya teman-teman (khususnya laki-laki) hobi menjadikan kata tersebut sebagai bahan ejekan. Sejak pertama mendengar ejekan-ejekan seperti itu, saya langsung memberontak, meskipun tidak berpengaruh dan malah membuat mereka semakin menggila. Saya memberontak atau merasa tidak terima bukan karena gila hormat dan merasa dijatuhkan dengan panggilan tersebut. Sama sekali bukan. Saya memberontak karena saya merasa Idiot bukanlah pilihan kata yang tepat untuk sebuah ejekan -meskipun sebaiknya tidak mengejek-.
Mungkin teman-teman belum sadar kalau ketika bicara "Idiot, lu!", banyak orang yang mendengarnya. Dan tidak menutup kemungkinan ada seseorang yang memiliki hubungan dengan anak berkebutuhan khusus tersebut turut mendengarnya. Mungkin teman-teman lupa berempati, bagaimana perasaan orang tersebut ketika kata Idiot menjadi bahan ejekan.
"Lebay lu, bil!"
Berlebihan? Sebaiknya anda bercermin terlebih dulu. Entahlah, saya yang terlalu perasa, atau kalian yang memang sudah mati rasa?
Belum banyak yang tahu kalau saya adalah seorang kakak dari "adik istimewa". Yaa, adik bungsu kesanyangan saya adalah seorang balita dengan Down Syndrome. Langit seakan runtuh ketika mengetahui kenyataan tersebut. Walau DS berbeda, pendengaran tetap semakin sensitif pada kata-kata sejenis Autis dan Idiot.
Alhamdulillah, saya dan keluarga dapat dengan mudah menerima Sabil sebagai anugerah yang sangat istimewa dari Allah. Saat ini, kami semakin bangga dan bahagia dengan kehadiran Sabil bersama kami. Sabil telah mengajarkan banyak hal pada kami.
Apakah perlu sebuah tamparan untuk menyadarkan kalian?
Butuh perjuangan lebih bagi anak-anak DS, Autis dan Idiot itu untuk mandiri. Peran orang tua dan keluarga sangatlah penting. Terapi ini-itu di rumah sakit, butuh perhatian dan kesabaran ekstra merawatnya, serta biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Untuk menerima keadaan saja sulit, ditambah harus melakukan hal-hal tersebut. Beruntung bagi anak-anak yang diterima oleh keluarganya, beberapa justru diterlantarkan. Sedangkan mereka pun tidak ada yang memilih terlahir dengan kelainan kromosom, kan? Baik anak-anak khusus atau keluarga atau siapapun yang memiliki hubungan dengan mereka, they have to struggle more than normal people.
Apa kalian masih sanggup menambah beban perasaan mereka dengan menjadikan Idiot atau Autis sebagai bahan ledekan? Masihkah kalian tega menyesakkan dada mereka? Pernahkah kalian terpikir suatu saat mungkin keadaan berubah, hingga kalian menempati posisi mereka? Naudzubillah. Saya berharap kalian tidak perlu mengalaminya dulu untuk merasakannya.
Saya memang masih buruk dalam penyampaian, tapi tolong jangan lihat siapa yang menyampaikan. Fokuslah pada apa yang disampaikannya.
Yuk sama-sama belajar untuk lebih dewasa! Berhenti jadikan Idiot dan Autis sebagai bahan candaan yaa, kawan :)
"Justru mereka yang menjadikan Autis dan Idiot sebagai bahan candaan lah yang memiliki keterbelakangan mental." -Kang Fahmi, 23thn, Animator.
(Bersambung...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar