Melanjutkan tulisan "Idiot Bukan Bahan Candaan", beberapa pembaca mungkin bertanya-tanya mengenai Sindrom Down yang dialami adik bungsu saya. Melalui tulisan ini, saya berusaha menjawab pertanyaan pembaca.
Down Syndrome merupakan kelainan genetik pada kromosom. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Sindrom ini pertama kali dikenal oleh dr. John Longdon Down pada 1886.
Alinea sebelumnya adalah pengertian Down Syndrome secara textbook. Untuk lebih jelas mengenai "apa sih Down Syndrome itu?", inilah beberapa ciri khusus mereka;
Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan, disebut dengan epicental folds. Hidung yang datar menyerupai mongoloid, disebut dengan mongolisme. Mulut mengecil dan lidah yang sering menjulur keluar, disebut macroglossia. Bentuk kepala relatif lebih kecil dengan bagian anteroposterior kepala mendatar, disebut dengan microcephaly. Lapisan kulit yang nampak keriput, disebut dengan dermatologlyphics. Ukuran tangan relatif lebih pendek dengan ruas jari yang lebih buntet, serta jarak yang melebar antar ibu jari dan telunjuk. Mereka pun memiliki keunikan yang paling khas, yaitu Siemens Line atau keunikan garis tangan. Biasanya diikuti dengan kelainan organ-organ tubuh lainnya, seperti -yang sering terjadi- kelainan jantung. Selain secara fisik, ciri-cirinya juga dapat terlihat secara mental, yaitu kesulitan berkomunikasi.
Subhanallah. Mereka memiliki banyak keistimewaan, bukan?
Apakah mereka bisa sembuh?
Sayangnya, hingga kini, sindrom ini belum bisa disembuhkan secara total. Dengan keistimewaan-keistimewaan tersebutlah mereka harus berjuang menjalani hidup senormal mungkin. Satu-satunya jalan adalah dengan melatih mereka hidup mandiri. Memang tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Caranya? Bisa mengikuti serangakaian terapi rutin di poli tumbuh kembang anak. Alhamdulillah, kini sudah mudah ditemui di beberapa rumah sakit.
Kalau tidak bisa diobati, bisakah sindrom ini dicegah?
Tidak, sindrom ini tidak dapat dicegah karena DS merupakan kelainan kromosom yang penyebabnya belum diketahui pasti hingga saat ini. Tapi, sindrom ini dapat diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui pengambilan air ketuban (amniocentosis) atau analisis kromosom melalui pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada usia kehamilan 10-12 minggu. Terlebih wanita yang hamil pada usia > 40 tahun, sebaiknya melakukan pemeriksaan ini. Mungkin lebih baik jika sebelum menikah melakukan pemeriksaan kesehatan. Perlu diingat, sebesar apapun usaha untuk mencegah sindrom ini atau kelainan genetik lainnya, hanya Allah yang dapat menentukan.
Jika Allah menitipkan anak, adik, atau kerabat dengan Sindrom Down, jangan malu, apalagi marah. Itu adalah salah satu tanda kasih sayang Allah pada kita. Allah mempercayai kita menjadi orang tua, kakak, atau kerabat yang istimewa.
Teruntuk pembaca yang memiliki kekerabatan dengan anak-anak DS, satu pesan saya, ingat,
"La tahzan, innallaha maa anna. Jangan bersedih, sungguh Allah bersama kita."
(Q.S. At-taubah: 40)